Jumat, 05 Oktober 2012

kecemasan


Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.




Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
a. Fase 1 
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).  Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres.  Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).

Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).

1.      Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2.     Kecemasan sedang;  Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3.     Kecemasan berat;  Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4.     Panik;  Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.


Respon Psikologis terhadap Kecemasan


  • Perilaku;  Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
  • Kognitif;  Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
  • Afektif;  Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

Sabtu, 22 September 2012

Tugas II psikodiagnostik II Analisis Jurnal


 Pada pertemuan kedua mata kuliah psikodiagnostik II, kami diberikan kesempatan untuk analisis jurnal. setelah itu kami dipersilahkan persentasi hasil analisis jurnal kelompok kami masing2. Suatu kehormatan untuk saya, karena yang persentasi  pertama adalah kelompok saya yaitu kelompok 6. Kelompok saya membahas tentang jurnal yang berjudul Post Traumatic Growth Pada Penderita Kanker Payudara yang ditulis oleh Ade Fitri Rahman dan Erlina Listianti Widuri. Tujuan dari jurnal tersebut adalah untuk mengetahui dinamika post traumatik growth atau pertumbuhan pasca trauma menuju perubahan hidup yang lebih positif dan ingin memahami lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya post traumatic growh pada penderita kanker payudara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan paradigma fenomenologi. Menurut Moleong (2005), metode penelitian kualitatif dalam paradigma fenomenologi berusaha memahami arti atau mencari makna dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Alasan peneliti menggunalan metode kalitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara holistic kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan penulis sebagai instrumen kunci. Metode observasi yang dilakukan bersamaan dengan wawancara mengingat kedua metode ini saling mendukung dalam mendapatkan data yang diinginkan. Teknik pengamatan memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dengan kejadian bagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Observasi yang dilakukan oleh penelti adalah non partisipan, penulis hanya sebagai pengamat tanpa terlibat dalam kehidupan maupun kegiatan informan. Observasi dilakukan diluar proses wawancara dan juga selama wawancara berlangsung yang memungkinkan penulis memperoleh data yang sifatnya non verbal, antara lain: gerakan tubuh, mimik muka, ekspresi wajah, dan intonasi suara informan saat wawancara serta juga tentang bagaimana kondisi informan penelitian yang dalam hal ini adalah penderita kanker payudara. Sebelum proses wawancara dan observasi penulis melakukan persiapan terlebih dahulu, antara lain untuk wawancara penulis akan membuat guide (petunjuk) pertanyaan semi terstruktur berdasarkan pada teori mengenai post traumatic growth pada penderita kanker payudara. Jenis guide ini dipilih untuk menghindarkan agar pada proses wawancara tidak melenceng terlalu jauh dari fokus penelitian. Dalam penelitian kualitatif, data akan lebih di yakini kebenarannya jika dua sumber atau lebih menyatakan hal yang sama. Patton (Poerwandari, 2007), menyatakan bahwa triangulasi dapat dibedakan dalam triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi teori, dan triangulasi metode. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data yaitu digunakannya variasi sumber – sumber data yang berbeda. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian. Dalam penelitian ini membandingkan data keadaan dan presfektif infroman penelitian dengan  pandangan dan pendapat orang lain atau orang – orang terdekat infroman disebut sebagai significant person untuk mengecek kembali apa yang dikatakan infroman penelitian. Sedangkan triangulasi metode yaitu dipakainya bebebrapa metode yang berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama.


Selanjutnya, yang persentasi kedua yaitu kelompok 1 yang membahas tentang Realitas Cinta Pada Remaja Perempuan studi kasus sindrom cinta pada seorang perempuan remaja pasca filem "Ada Apa Dengan Cinta" yang dibuat oleh Maria Lauranti Stephanie pada tahun 2006. Pada dasarnya kelompok 1 memilih jurnal berjudul ini dikarenakan menarik untuk kalangan remaja, terutama remaja perempuan. Jurnal ini membahas tentang persepsi cinta dikalangan anak remaja setelah menonton film ada apa dengan cinta. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah :
  1. Individu remaja -> Mass media effects memperkenalkan sebuah konsep yaitu perceived reality. perceived reality yaitu ukuran seberapa jauh anak-anak menerima apa yang mereka lihat ditelevisi sebagai hal yang nyata atau reflektif terhadap hidup mereka (Jeffres, 1997:185)
  2. Media Massa -> Denis McQual menyatakan media massa dalam perkembangan remaja adalah (dalam Rachmat, 1994: 52,72) adalah cermin yang memantulkan cerita remaja itu sendiri dan memiliki fungsi sebagai pembentuk identitas pribadi.
  3. Melek Media -> kesadaran akan media adalah sudut pandang yang digunakan secara aktif ketika terekspos oleh media dalam rangka menafsirkan arti pesan-pesan yang kita temui (Potter, 2001:4)
  4. Teori Kultivasi -> kultivasi merupakan proses belajar dan kontruksi dari pandangan mengenai realita sosial yang bergantung pada keadaan pribadi dan pengalaman setiap individu dan juga keanggotaan dalam kelompok.
  5. Film -> digunakan sebagai persona yang menyampaikan realita, menjempatani imajinasi dengan kenyataan yang mampu menciptakan ulang secara makna yang bisa menjadi identitas penontonnya.


Dan..
Yang terakhir pada pertemuan 2 itu yaitu kelompok 2 yang membahas tentang mitos yang berhubungan dengan seorang yang sedang mengandung. Ada beberapa pantangan yang di percayai oleh sebagian masyarakat umum yang diyakini sebagai larangan yang harus di hindari pada ibu hamil. Apabila di jalankan larangan tersebut¸ maka diyakini akan berdampak negatif pada diri ibu hamil dan janin yang di kandungnya. Ada banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli terkait mitos tentang kehamilan.  Oleh karena itu, kelompok 2 berusaha menyusun makalah ini berdasarkan hasil analisis jurnal bagaimana para peneliti melakukan penelitian tentang mitos kehamilan dengan metode ilmiah khususnya observasi.
Observasi adalah metode fundamental dalam etologi yang mengadopsi sebuah pendekatan komparatif untuk memahami perilaku dan sering berusaha menjelaskan perilaku subjek yang diamati (Eibl-Eibesfeldt, 1975). Observasi ilmiah metode memperoleh data yang dilakukan dalam kondisi yang ditetapkan secara tepat, dengan cara yang sistematis dan objektif, dan dilakukan dengan pencatatan yang teliti. Sedangkan arti dari mitos itu sendiri adalah sistem kepercayaan dari suatu kelompok manusia, yang berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan cerita-cerita yang suci berkaitan dengan masa lalu. mitos yang dalam arti asli sebagai kiasan dari zaman purba merupakan cerita yang asal usulnya telah dilupakan, namun ternyata pada zaman sekarang mitos merupakan cerita yang dianggap benar (Harsojo, 1988). Sedangkan kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm (Guyton, 1997).

Mungkin, hanya itu saja yang dapat saya share pada pertemuan kedua itu. Kelanjutannya akan menyusul dikesempatan yang akan datang..
Terima kasih atas perhatiannya....

Jumat, 14 September 2012

review psikodiagnostik II pertemuan pertama

Pertama masuk kuliah, saya sudah mendapatkan tugas seperti biasanya.. hehehehe..
pada pertemuan pertama kalinya saya menjumpai materi tentang observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara adalah salah satu kunci hebat untuk menjadikan psikolog, karena didalam observasi itu sendiri kita dapat mengguna

Jumat, 23 Maret 2012

review psikodiagnostik 1


Pada dasarnya manusia itu dapat disimpulkan seperti kurva norrmal dalam statistik. Karena memiliki dua sisi yaitu normal dan abnormal. Kita mengetahui individu normal melalui pendekatan-pendekatan psikologi,misalnya saja pendekatan kognitif,sosioemosional,dan lain-lain. Bila individu abnormal kita dapat mengetahui melalui tes-tes,misalnya saja tes ketajaman penglihatan, warna, ketelitian tangan, gerakan tangan,dan lain-lain. Pembu

Sabtu, 17 Maret 2012

review psikodiagnostik 1

-->
Psikodiagnostik adalah hasil pengukuran atas simpton-simpton perilaku tertentu,sedangkan diagnostic adalah kemungkinan atas segala sesuatu kebenaran. Dalam psikodiagnostik mempelajari tentang cara-cara tes psikologi,observasi,dan wawancara. Dalam tes psikodianostik 1 terdapat beberapa metode dalam menegakkan diagnose misalnya yaitu pen
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...